Rabu, 08 Mei 2013

Makalah Sejarah Pemikiran Islam

Tugas individu Al-Maturidiyah Oleh: Darmawati Nim: 80100212022 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan besar yang selalu menjadi pembicaraan dalam ilmu Kalam adalah masalah Ketuhanan (al-llahiyat),masalah kenabian (al-Nubuwat),dan masalah wahyu (al-sam’iyat). Ketiga persoalan ini selalu menjadi pembicaraan para tokoh Ilmu Kalam sehingga melahirkan beberapa aliran teologi islam.Di antara aliran-aliran yang terkenal adalah al-Mu’tazilah, al-Asy’ariyah, dan al-Maturidiyah. Aliran al-Maturidiyah adalah sebuah aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah berkembang di Basrah maka aliran al-Maturidiyah berkembang di Samarkand.Negeri Samarkand adalah tempat diskusi dalam ilmu fiqhi dan ushul fiqhi.Ketika perselisihan antara kaum fuqaha bersama muhadddisin dan Mu’tazilah semakin sengit,diskusi berjalan di bidang ilmu kalam,fiqhi dan ushul fiqhi,al-Maturidi hidup ditengah-tengah perlombaan yang berlangsung ketat dalam rangka menghasilkan pemikiran dan penalaran. Asy’ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu’tazilah,bahkan al-Asy’ary awalnya adalah seorang Mu’taziliy namun terdorong oleh keinginan memperthankan sunnah maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian diberi gelar imam ahlussunnah wal jama’ah.Sepintas kita dapat menyimpulkan bahwa mereka pernah bertemu,namun hal ini membutuhkan analisa lebih lanjut. Dan pada perkembangan aliran al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan,yaitu golongan Samarkand,tempat aliran ini lahir,dan golongan Bukharah yang dipelopori oleh Bazdawi. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut maka pemakalah merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sejarah timbulnya Abu Mansur al-Maturidy? 2. Hal apa saja yang menjadi pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah 3. Bagaimana latar belakang al-bazdawi dan pokok-pokok ajarannya 4. Bagaimanakah pengaruh al-Maturidiya didunia islam? BAB II PEMBAHASAN A.Sejarah Timbulnya Abu Mansur al-Maturidi Pada umumnya ulama-ulama kawasan Timur tengah,terutama mereka yang hidup pada masa-masa keemasan islam,lebih dikenal dengan nama laqab (gelar) atau kun-yah (panggilan). Masyarakat kurang mengenal nama yang sebenarnya atau aslinya,apalagi kalau nama itu cukup panjang. Demikian pula Imam al-Maturidi,nama lengkapnya Imam Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Anshari.Murid-muridnya sebagai pengikut setia memberinya beberapa laqab: A<>lam al-Huda>,Imam al-Huda>, dan al-Mutakalli>min. Gelar-gelar tersebut mencerminkan martabat keilmuannya yang hampir-hampir tiada banding dan kegigihannya dalam membela dan mempertahankan as-sunnah dan akidah islam. Al-maturidi dinisbahkan pada sebuah desa (kota kecil) dimana ia dilahirkan yaitu Maturid atau Maturit,yaitu sebuah desa di daerah Samarkand. Maturidi lahir pada pertenghan kedua abad ke-9 M dan meninggal di Tahun 944 M.Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya,ia adalah pengikut Abu hanifah dan paham-paham teologinya banyak persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama al-Maturidiah. Dia banyak memperoleh pelajaran ilmu fiqhi dan ilmu kalam dari seorang alim bernama Ali Nazar Bin Yahya Al-Baikhi,yang dalam Negerinya sedang terjadi perdebatan antara ulama fiqhi dan hadits dengan orang-orang Mu’tazilah baik mengenai ilmu kalam,maupun ilmu fiqhi dan pokok-pokoknya. Suasana yang penuh pertentangan itu mendorong Maturidi bersungguh-sungguh menyelidiki persoalan-persoalan,sehingga akhirnya ia menjadi seorang alim dalam ilmu fiqhi dan ushul-ushulnya serta dalam ilmu kalam.Ulama yang ahli tentang ushuluddin waktu itu sangat sedikit sehingga ia terpaksa mengembara kian kemari untuk memperoleh bahan-bahan dan alasan yang dikehendakinya,sebagaiman ia pernah pergi ke Bashrah sampai 22 kali untuk untuk menghadiri ceramah-ceramah mengenai “aqaid” dan kuliah-kuliah ilmu fiqhi sampai akhirnya ia menjadi ahli dalam ilmu tersebut. Dari komparasi ilmiah antara beberapa pendapat yang ditinggalkan Abu Hanifah dengan pandangan-pandangan Abu Mansur al-Maturidi dalam karya-karyannya,jelas bahwa dalam sejumlah pokok pendapat mereka terdapat persamaan.Karena itu ulama menetapkan bahwa pendapat-pendapat Abu Hanifah dalam bidang ‘aqidah merupakan akar yang menjadi landasan perkembangan pemikiran al-Maturidi. Abu Manshur al-Maturidi dan Abu al-Hasan al-Asy’ari hidup dalam satu masa.Keduanya memperjuangkan tujuan yang sama, al-Asy’ari berdomisili di Bashrah Irak,tempat domisili pertumbuhan Mu’tazilah,dan sebagai pengikut mazhab syafi’i sedangkan al-Maturidi bertempat tinggal di Samarkand,pengikut mazhab Hanafi. Ketika mengkaji secara intensif pemikiran al-Maturidi dan pemikiran al-Asy’ari,karena persamaan musuh yang dihadapi maka kesimpulan mereka jadi berdekatan,dan Syaikh Imam Muhammad ‘Abduh mengemukakan dalam komentarnya terhadap kitab al-‘Aqa’id al’Adhudiyyah bahwa perbedaan pendapat mereka tidak lebih dari sepuluh masalah,sementara perbedaan pendapat mengenai masalah-masalah itu bersifat lafdzi (redaksional) saja. Intisari dari metode Maturidiyah memberikan otoritas yang besar pada akal manusia,tanpa berlebi-lebihan atau melampaui batas.Sedangkan Asy’ariyyah terikat pada dalil naqli (nash) dan menguatkannya dengan dalil aqli (nalar). Karangan al-Maturidi terbagi dalam 3 cabang ilmu penting yaitu tafsir,ilmu kalam dan ushul fiqhi.Dan banyak juga karya atau tulisan beliau yang berkaitan dengan penolakan terhadap pendapat tokoh-tokoh al-Mu’tazilah.Kepandaian beliau juga sangat menonjol dalam penggunaan bahasa,terbukti dengan komentar Az-Zamarkhsyari terhadap beliau berbunyi “tidaklah metode ini ditempuh melainkan oleh seseorang yang ahli dalam ilmu ma’ani dan ilmu bayan”. B. Pokok-pokok Ajaran al-Maturidiyah Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya,al-Maturidi banyak pula memakai akal dalam sistem teologinya.Oleh karena itu antara teologinya dan teologi al-Asy’ari banyak perbedaan,walaupun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah.  Tentang akal dan wahyu Menurut al-Maturidi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok,yaitu mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan,dan mengetahui yang baik dan jahat.Sedangkan mengetahui kewajiban berbuat baik dan jahat hanya dapat diketahui melalui wahyu.  Tentang sifat-sifat Tuhan Menurut al-Maturidi Tuhan mempunyai sifat-sifat.Tuhan Mengetahui bukan dengan zat-Nya tapi dengan pengetahuan-Nya,dan berkuasa bukan dengan zat-Nya.  Tentang perbuatan manusia Dalam soal perbuatan manusia, al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah,bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya.Disamping itu ia berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban-kewajibantertentu.  Tentang kalam Allah SWT Al-Maturidi tidak sepaham dengan Mu’tazilah tentang masalah Al-qur’an yang menimbulkan pertentangan itu.Ia berpendapat bahwa kalam Allah diciptakan tetapi bersifat qadim.  Tentang dosa besar Al-maturidi sepaham dengan al-Asy’ari yaitu orang-orang yang berdosa besar masih tetap mukmin,soal dosa besarnya nanti akan ditentukan Allah kelak di akhirat.Jadi ia menolak paham posisi menengah kaum Mu’tazilah.  Tentang al-wa’d wal waid Beliau sepaham dengan Muktazilah bahwa janji dan ancaman Allah tidak boleh tidak mesti terjadi kelak.  Tentang antrophomorphisme Al-Maturidi juga sependapat dengan Mu’tazilah.Ia tidak sependapat dengan Asy’ari bawha ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diinterprestasi atau ta’wil.Menurut pendapatnya bahwa tangan,wajah dan sebagainya diberi arti majazi atau kiasan.  Tentang keadilan Tuhan Pemahaman keadilan menurut al-Maturidi lebih dekat kepada al-Mu’tazilah.keadilan erat kaitannya dengan hak dan kewajiban,artinya memberikan kepada seseorang haknya dan berbuat menurut semestinya sesuai dengan kepentingan manusia.Karena bagi al-Maturidi perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan,akan tetapi adalah perbuatan manusia sendiri,wajarlah manakalah manusia dihukum karena perbuatannya sendiri,bukan paksaan tetapi dengan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya.Sebaliknya Tuhan juga punya kewajiban kepada manusia,sekurang-kuranganya kewajiban menepati janji tentang pemberian upah kepada mereka yang telah berlaku taat kepada-Nya.Dalam hal berbuat baik dan yang terbaik itu juga merupakan kewajiban Tuhan menepati janji juga menjadi kewajiban Tuhan.Itulah perwujudan dari keadilan Tuhan.  Melihat Tuhan Al-maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan,hal ini diberitakan oleh Al-qur’an, antara lain firman Allah dalam surah Al-qiyamah ayat 22 dan 23,sebagai berikut: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (22-23) Artinya : Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari ituberseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Q.S. Al-qiyamah 22-23. Al-maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak diakhirat dapat dilihat dengan mata,karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial.Namun melihat Tuhan, kelak diakhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan diakhirat tidak sama dengan keadaan didunia. C. Al-Bazdawi dan Pokok-pokok Ajarannya Salah satu pengikut penting dari al-Maturudi ialah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi,dan al-Bazdawi mengetahui ajaran al-Maturidi dan orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-‘Aqaid al-Nasafiah. Al-Bazdawi adalah pengikut al-Maturidi,dan alirannya disebut dengan istilah al-Maturidiya Bukhara, akan tetapi terdapat perbedaan pendapat antara keduanya dalam pemikiran teologi,al-Maturidi lebih dekat kepada pemikiran al-Mu’tazilah,sedang al-Bazdawi pemikirannya lebih dekat kepada al-Asy’ari. Adapun beberapa pemikiran al-Bazdawi sebagai berikut : 1. Kemampuan akal manusia Dalam pemahaman ini al-Bazdawi sepaham dengan al-Maturidi dalam hal kemampuan akal manusia untuk mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk.Akan tetapi al-Bazdawi berpendapat bahwa sebelum datangnya wahyu tidak ada kewajiban mengetahui Tuhan dan berterimah kasih kepad-Nya.Menurut al-Bazdawi, kewajiban hanya di tentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan hanya dapat di ketahui melalui wahyu. 2. Perbuatan Manusia Al-Bazdawi berpendapat bahwa manusia adalah ciptaan Allah.Allah membuatnya dan mewujudkannya.Sedangkan manusia adalah pelaku yang sebenarnya, perbuatan manusia timbul dari dirinya dengan kebebasan dan kemampuan yang hadis (baru). Perbuatan manusia itu bukan perbuatan Allah,perbuatan Allah hanyalah menjadikan dan mewujudkan,sedangkan perbuatan manusia adalah melalukan bukan mewujudkan. 3. Kehendak dan Kekuasaan Tuhan Menurut al-Bazdawi Tuhan berbuat apa saja yang ia kehendaki, tidak ada seorang pun bisa melarang-Nya.Allah mungkin menyakiti hamba-Nya dan menguji mereka tanpa ada dosa sebelumnya seperti anak kecil atau orang dewasa yang gila. Ia juga berpendapat bahwa perbuatan menganiaya,berbohong,dan melanggar janji adalah mustahil bagi Allah. 4. Sifat-Sifat Tuhan Menurut al-bazdawi Tuhan mempunyai sifat-sifat yaitu ilmu,hayat,qudrah,dan quwwah. Tuhan mengetahui dengan ilmu-Nya dan hidup dengan hayat-Nya.Sifat-sifat Allah itu kekal,tapi dengan kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan,bukan dengan kekekalan sifat itu sendiri. 5. Melihat Tuhan Menurut al-Bazdawi Allah itu bisa dilihat. Dan diakhirat nanti bisa dilihat tanpa harus berhadapan dan bila kaif . 6. Iman Kepada Tuhan Menurut al-Bazdawi, iman meyakini dalam hati bahwa Allah-lah yang berhak disembah dan diagungkan, dan diucapkan dengan lisan. Mempercayai semua sifat-sifat Tuhan,nabi-nabi-Nya dan semua rukun islam. Alasan yang dikemukakan ialah karena iman tak akan terwujud tanpa dua unsure itu, yaitu keyakinan dalam hati dan pengakuan dengan ucapan lisan. Disamping itu,al-Bazdawi juga berpendapat bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang karena ia memandang iman dari zatnya bukan dari segi sifatnya.Kalau dari segi sifat iman,al-Bazdawi juga mengatakan bahwa iman itu bertambah dengan bertambahnya ibadah. D. Pengaruh al-Maturidiya di Dunia Islam Aliran al-Maturidiyah ini meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki cirri mengambil sikap tengah antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juzy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal,mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya. Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij,rawafidh,dan qadariyah. Aliran ini selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan  Aliran al-Maturidiyah memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah yang timbul sebagai reaksi dan ajaran Mu’tazilah.  Abu Manshur al-Maturdi sebagai pendiri aliran ini lebih banyak memberikan porsi akal dalam memahami agama disbanding al-Asy’ari.  Pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran al-Asy’ariyah dalam meradd pendapat-pendapat Mu’tazilah.Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalam masalah cabang.  Pada perkembangannya aliran ini terbagi menjadi dua golongan yaitu, Maturidiyah Samarkand yang diidentikan lebih dekat ke Mu’tazilah dalam beberapa hal dan Maturidiyah Bukhara dengan aliran al-Asy’ariyah.Maturidiyah Bukhara ini dipelopori oleh pengikut Maturidi sendiri yaitu al-Bazdawi.  Aliran al-Maturidiyah sebagian besar didukung oleh pengikut mazhab Hanafi.Hal ini dikarenakan pendirinya mendapatkan pandangan-pandangan tauhid dan pendapat Imam Abu Hanifah. B. Saran Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan sebagai penulis makalah ini kami mohon maaf bilamana tulisan kami ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.Dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman dalam penyempurnaan tulisan kami dalam makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Zahra,Abu,Muhammad.Tarikh al-Madzhab al-Islamiyyah,diterjemahkan oleh;Abd.Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dengan judul Aliran Politik ‘Akidah dalam Islam, Cet I; Ciputat: Perpustakaan Nasional (KDT) 1996 Nasir,A,Sahilun,Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah ,Ajaran dan Perkembangannya , Cet II; Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada 2012 Nurdin,Amin,Abbas, Fauzi, Afifi, Sejarah Pemikiran Islam,Cet I; Jakarta; Amzah 2012 Nasution,Harun,Teologi Islam,Aliran-Aliran,Sejarah Analisa dan Perbandingannya,Cet V; Jakarta; UI-Press 1986 Abu Bakar, Ahlussunnah wal Jama’ah, Cet I;Jakarta; Yayasan Baitul Mal,1969 Al-Magrihiy,’Au, Imam Ahlussunnah wal Jama’ah Abu Manshur al-maturidi Risalah Doktorah basriqiyah asy-Syarf al-Uwla Kulliyst sl-Adab,Kairo; Jami’ah al-Qahirah,t.th Rozak, Abdu,Anwar,Rosihan,Ilmu Kalam, Cet I; Bandung; Pustaka Setia 2001 Abdul,Qahir bin Tahir,Muhammad,Al-Farqu> Bai<{{}nal ,Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnaniy,t.th Hasan,Muhammad Tholhah, Ahlusunnah wal Jama>’ah, Cet III; Jakarta; Lantabora Press,2005 Hanafi,Ahmad,Pengantar Theologi Islam, Jakarta; Al-Husna, 1992

Jumat, 03 Mei 2013

Makalah Ushul Fiqhi (Istihsan)

Tugas Individu ISTIHSA>N Oleh: DARMAWATI NIM : 80100212022 Dosen Pemandu: Prof. Dr. H. MINHAJUDDIN, MA Drs. H. M. MAWARDI DJALALUDDIN, Lc. M.Ag PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2013 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Ushul Fiqih merupakan salah satu intsrumen penting yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin menjalankan atau melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam Islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya. Atau dengan kata lain, untuk menjaga agar proses ijtihad dan istinbath tetap berada pada koridor yang semestinya, Ushul Fiqih-lah salah satu “penjaga”nya. Istihsa>n termasuk salah satu metode ijtihad yang diperselisihkan oleh para ulama, meskipun dalam kenyataannya, semua ulama menggunakannya secara praktis. Pada dasarnya, para ulama menggunakan istihsan dalam arti lughwi (bahasa), yaitu “berbuat sesuatu yang lebih baik”. Tetapi dalam pengertian istilahnya (yang biasa berlaku), para ulama berbeda pendapat disebabkan oleh perbedaan dalam memahami dan mendefinisikan istihsa>n itu. Ulama yang menggunakan metode istihsa>n dalam berijtihad mendefinisikan istihsa>n dengan pengertian yang berlainan dengan definisi dari orang yang menolak cara istihsa>n. Sebaliknya ulama yang menolak penggunaan istihsan mendefinisikan istihsan dengan pengertian tidak seperti yang didefinisikan pihak yang menggunakannya. Seandainya mereka sepakat dalam mengartikan (mendefinisikan) istihsan itu, maka mereka tidak akan berbeda pendapat dalam menggunakannya sebagai suatu metode ijtihad. Istihsa>n menurut istilah ushul yaitu memperbandingkan, dilakukan oleh mujtahid dari qiya>s jalli (jelas) kepada qiya>s khafi (yang tersembunyi), atau dari hukum kulli kepada hukum istisna>i. Disni terdapat kecenderungan yang lebih kuat mencela perbandingan yang dikemukakan orang tentang suatu peristiwa yang tidak berdasarkan nash. Dalam hal ini terjadi dua pendapat, pertama terang-terangan memperlakukan hukum, dan yang kedua secara sembunyi-sembunyi, oleh karena itu para mujtahid itu sendiri yang menegakkan dalil, untuk menguatkan bentuk yang sembunyi-sembunyi itu, dan membetulkan bentuk pandangan zahir. Untuk memahami salah satu metode ijtihad yaitu, istihsa>n maka dalam makalah ini, penulis akan membahas sesuai dengan rumusan masalah yang ada. B. Rumusan Masalah 1. Apakah definisi istihsa>n? 2. Bagaimanakah kehujjahan istihsa>n? 3. Bagaimana relevansi istihsa>n di masa kini dan masa mendatang? PEMBAHASAN A. Pengertian istihsa>n Secara etimologi istihsa>n (استحسان) berarti “memperhitungkan sesuatu lebih baik”, atau adanya sesuatu yang lebih baik. Dan bisa diartikan dengan menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu. Dalam pengertian secara etimologi ini tidak terdapat perbedaan ulama ushul fiqh dalam mempergunakan lafal istihsa>n, karena lafal yang seakar dengan istihsa>n banyak dijumpai dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Misalnya dalam Q.S Az-zumar, 39/18, Allah berfirman : الذين يستمعون القول فيتبون أحسنه Terjemahnya : Orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang baik diantaranya. Kemudian dalam suatu riwayat dari ‘Abdullah ibn Mas’ud Rasulullah saw. Bersabda: ما رآه المسلمون حسسنا فهو عند الله حسن “Sesuatu yang dipandang baik oleh umat islam, maka di sisi Allah itu juga baik. (H.R. Ahmad ibn Hanbal). Secara terminologi, pengertian istihsa>n para ulama ushul fiqh telah merumuskan beberapa definisi, maka diantara definisi inilah ada yang berbeda karena akibat dari adanya perbedaan titik pandang. Ada juga definisi yang disepakati semua pihak, namun diantaranya ada yang diperselisihkan dalam pengalamannya. Ada beberpa definisi yang di kemukakan oleh para ulama ushul yaitu : 1. Ibnu Subki mengajukan dua rumusan definisi, yaitu : a. عدول عن قياس الى قياس اقو ى منه “Beralih dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas lain yang lebih kuat dari padanya (qiya>s pertama)” b. عدول عن الدد ليل الى العدة للمصلحة “Beralih dari penggunaan sebuah dalil kepada adat kebiasaan karena suatu kemaslahatan”. 2. Definisi istihsa>n dikalangan ulama Malikiyah diantaranya adalah sebagaimana yang dikemukakan al-Syatibi. وهوفي مذهب مالك الاخذ بمصلحة جزئية في مقبلة د ليل كلى “ Istihsa>n dalam mazhab Maliki adalah menggunakan kemaslahatan yang bersifat Juz’I sebagai pengganti dalil yang bersifat kulli.” 3. Dikalangan ulama Hanabilah terdapat 3 definisi yaitu : a. Beralihnya para mujtahid dalam menetapkan hukum terhadap suatu masalah dari yang sebanding dengan itu karena adanya dalil khusus dalam al-Qur’an atau sunnah b. Istihsa>n itu apa-apa yang dianggap lebih baik oleh seorang mujtahid berdasarkan pemikiran akalnya. c. Dalil yang muncul dalam diri mujtahid yang ia tidak mampu menjelaskannya. 4. Di kalangan ulama Hanafiyah istihsa>n itu ada dua macam yang dikemukakan dalam dua rumusan yaitu : a. Beramal dengan ijtihad dan umum pendapat dalam menentukan sesuatu yang syara’ menyerahkannya kepada pendapat kita. b. Dalil yang menyalahi qiya>s yang zahir yang didahului prasangka sebelum diadakan pedalaman terhadap dalil itu namun setelah diadakan penelitian yang mendalam terhadap dalil itu dalam hukum yang berlaku dan dasar-dasar yang sama dengan itu ternyata bahwa dalil yang menyalahi qiya>s itu lebih kuat dan oleh karenanya wajib diamalkan. Setelah membaca beberapa definisi diatas, mungkin kita akan mengalami kesulitan memahami istihsa>n dari berbagai definisi itu, marilah kita ambil contoh kasus yang oleh para mujtahid disebut sebagai istihsa>n. Melihat aurat perempuan yang bukan muhrim haram, karena dapat menimbulkan "fitnah" (membawa orang kepada kemaksiatan). Yang dalam kurung itu disebut 'illat yang sangat jelas (kita sekarang sedang melakukan qiya>s jalli). Bagaimana hukumnya seorang dokter yang harus memeriksa pasien wanitanya? Bila ia tidak melihat auratnya, ia tak bisa menolong pasien itu dengan baik. Ia harus menolong pasien itu untuk mengembalikan kesehatannya, untuk kemaslahatan pasiennya. Tapi alasan ('illat) ini hanya dalam kasus pasien saja dan dianggap tegas (kita sedang melakukan qiya>s khafiy). Bila kita meninggalkan qiya>s jalli dan mengambil qiya>s khafi, kita melakukan istihsa>n. Perlu di ketahui bahwa qiya>s berbeda dengan istihsa>n. Pada qiya>s ada dua peristiwa atau kejadian. Peristiwa atau kejadian pertama belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan dasarnya. Untuk menetapkan hukumnya dicari peristiwa atau kejadian yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash dan mempunyai persamaan 'illat dengan peristiwa pertama. Berdasarkan persamaan 'illat itu ditetapkanlah hukum peristiwa pertama sama dengan hukum peristiwa kedua. Sedang pada istihsan hanya ada satu peristiwa atau kejadian. Mula-mula peristiwa atau kejadian itu telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Kemudian ditemukan nash yang lain yang mengharuskan untuk meninggalkan hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan itu, pindah kepada hukum lain, sekalipun dalil pertama dianggap kuat, tetapi kepentingan menghendaki perpindahan hukum itu. Dengan perkataan lain bahwa pada qiyas yang dicari seorang mujtahid ialah persamaan 'illat dari dua peristiwa atau kejadian, sedang pada istihsan yang dicari ialah dalil mana yang paling tepat digunakan untuk menetapkan hukum dari satu peristiwa. Ditinjau dari segi pengertian istihsa>n menurut ulama ushul fiqh di atas, maka istihsa>n itu terbagi atas dua macam, yaitu: 1. Pindah dari qiya>s jalli kepada qiya>s khafiy, karena ada dalil yang mengharuskan pemindahan itu. 2. Pindah dari hukum kulli kepada hukum juz-i, karena ada dalil yang mengharuskannya. Salah satu contoh istihsan macam pertama menurut nash para fuqaha Hanafiyah yaitu : Sisa minuman burung buas, seperti sisa burung elang burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan. Menurut qiyas jalli sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya. Menurut qiya>s khafi bahwa burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab diantara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiya>s jalli kepada qiya>s khafi, yang disebut istihsa>n. Contoh istihsa>n macam kedua: Syara' melarang seseorang memperjualbelikan atau mengadakan perjanjian tentang sesuatu barang yang belum ada wujudnya, pada saat jual beli dilakukan. Hal ini berlaku untuk seluruh macam jual beli dan perjanjian yang disebut hukum kulli. Tetapi syara' memberikan rukhshah (keringanan) kepada pembelian barang dengan kontan tetapi barangnya itu akan dikirim kemudian, sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan, atau dengan pembelian secara pesanan (salam). Keringanan yang demikian diperlukan untuk memudahkan lalu-lintas perdagangan dan perjanjian. Pemberian rukhshah kepada salam itu merupakan pengecualian (istisna) dari hukum kulli dengan menggunakan hukum juz-i, karena keadaan memerlukan dan telah merupakan adat kebiasaan dalam masyarakat. Dari contoh di atas nampak bahwa karena adanya suatu kepentingan atau keadaan maka dilaksanakanlah hukum juz-i dan meninggalkan hukum kulli. B. Kehujjahan Istihsa>n Dari definisi istihsa>n dan penjelasan dua macamnya, maka jadi jelas bahwa istihsa>n itu pada hakekatnya bukan sumber pembentukan hukum yang tersendiri. Karena hukum-hukum macam pertama dari dua macam tersebut dalilnya adalah qiya>s khafi, yang menang atas qiya>s jalli lantaran faktor-faktor yang memenyenangkan, yang menjadi tentram hati seorang Mujtahid, yaitu jalan istihsa>n. Sedangkan hukum-hukum dari macam kedua, diantara macam dalilnya adalah al-Mashlahah, yang menuntut adanya pengecualian bagian hukum kulli, yaitu yang diungkapkan sebagai jalan istihsa>n. Para ulama yang menggunakan hujjah istihsan, ialah kebanyakan ulama Hanafiyah. Dalil mereka atas kehujjahannya yaitu, bahwasanya mengambil dalil dengan istihsa>n itu hanyalah istidlal dengan qiya>s khafi yang menang atas qiya>s jalli, atau istidhlal dengan mashlahah mursalah (kepentingan umum) atas pengecualian bagian hukum kulli. Semua ini adalah istidlal yang shahih. Ulama syafi’iyyah, Zhahiriyyah, Syi’ah dan Mu’tazilah tidak menerima istihsa>n sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum. Alasan mereka, sebagaimana yang dikemukakan Imam al-Syafi’I adalah : 1. Hukum-hukum syara’ itu ditetapkan berdasarkan nash (al-Qur’an atau sunnah) dan pemahaman terhadap nash melalui kaidah qiya>s. Istihsa>n bukanlah nash dan bukan pula qiya>s. Jika istihsa>n berada diluar nash dan qiya>s, maka hal ini berarti ada hukum-hukum yang belum ditetapkan Allah yang tidak dicakup oleh nash dan tidak bisa dipahami dengan kaidah qiya>s. 2. Sejumlah ayat telah menuntut umat Islam untuk taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan melarang secara tegas mengikuti hawa nafsu dalam berbagai persoalan yang dihadapi manusia. 3. Istihsa>n adalah upaya penetapan hukum dengan akal dan hawa nafsu saja. Jika boleh meninggalkan nash dan dan mengambil dalil lain, maka hal ini berarti membolehkan seseorang yang tidak bisa memahami nash atau qiya>s menetapkan hokum berdasarkan istihsa>n, karena mereka juga memiliki akal. Akibatnya, akan bermunculan fatwa-fatwa hukum yang didasarkan pada pendapat akal semata, sekaligus merupakan upaya pengabaian terhadap nash. 4. Rasulullah saw. tidak pernah mengeluarkan fatwanya berdasarkan istihsa>n. 5. Rasulullah saw. telah membantah fatwa sebagian sahabat yang berada didaerah ketika mereka menetapkan hukum berdasarkan yang berada didaerah ketika mereka menetapkan hukum berdasarkan istihsa>n mereka. 6. Istihsan tidak mempunyai kriteria dan tolak ukur yang jelas dan dapat dipertanggung jawaban. Oleh sebab itu, tidak bisa pula dipertanggungjwabkan secara syar’i sehingga tidak bisa dijadikan dalil dalam menetapkan hukum. C. Relevansi Istihsan di Masa Kini dan Mendatang Sejarah peradaban dari masa ke masa, dari zaman ke zaman, dan di era globalisasi saat ini dan yang akan terus berkembang sepanjang masa, permasalahan akan semakin berkembang dan kompleks. Permaslahan itu harus dihadapi oleh umat Islam yang menuntut adanya jawaban, solusi atau penyelesaian dari segi hukum Islam. Kalau hanya semata mengandalakan pendekatan dengan cara metode lama (konvensional) yang digunakan ulama terdahulu untuk menghadapinya, mungkin tidak akan mampu menyelesaikan semua permasalahan tersebut dengan baik (tepat). Oleh karena itu para mujtahid mampu menemukan cara atau pendekatan yang alternatif diluar pendekatan lama, meskipun harus meninggalkan pendekatan lama yang selama ini digunakan. Maka kecenderungan untuk menggunakan istihsan akan semakin kuat karena kuatnya dorongan dari tantangan persoalan hukum yang berkembang dalam kehidupan manusia yang semakin cepat berkembang dan semakin kompleks. Diantara contoh yang paling dekat dan mendesak untuk ditangani dewasa ini adalah : 1. Pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun semakin dirasakan semakin kompleks dan semakin sulit mengatasinya mengingat jama’ah haji semakin banyak seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan teknologi dibidang transportasi yang memudahkan perjalanan ke tanah suci, sedangkan lokasi pelaksanaan ibadah haji tidak pernah mengalami perkembangan. Diantara persoalan yang semakin sulit diatasi pada ibadah haji misalnya dalam pelaksanaan mabit di Mina, melempar jumrah dilokasi yang telah ditentukan nash, pelaksanaan thawaf, sa’i dan masalah lainnya yang berkaitan dengan keterbatasan waktu dan tempat berlangsungnya ibadah haji. Untuk melarang orang menunaikan haji, terutama yang belum pernah sama sekali, tentu tidak mungkin karena haji merupakan ibadah pokok dalam agama. Namun masalah ini harus dihadapi untuk memberikan solusi agar umat islam dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan mudah, dan aman. Kalau hanya hanya mengandalkan ketentuan hukum fiqh dengan pendekatan lama dalam menghadapi masalah haji ini, tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Oleh karena itu pendekatan alternatif, seperti dalam bentuk istihsa>n, akan banyak gunanya. 2. Transplantasi organ tubuh untuk kepentingan pengobatan. Semestinya hal ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Meskipun ada ketentuan umum yang melarang menyakiti tubuh seseorang, termasuk jenazah, namun dalil yang menyuruh manusia untuk berobat, rasanya lebih baik untuk diikuti. Dalam hal inipun pendekatan istihsa>n rasanya lebih tepat untuk dilaksanakan. Uraian di atas, tampak dengan jelas bahwa permasalahan fiqh akan semakin banyak bermunculan mengingat semakin pesatnya perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia. Kita tentu tidak bias berpangku tangan atau bersikap seenaknya (semaunya) dalam mencari solusi hukumnya, karena sikap demikian menyalahi prinsip umum dalam mengamalkan hukum, meskipun agama tidak akan memberati manusia dalam beramal. Berbuat seenaknya itu adalah yang di sebut talazzul atau tasysahhil (sesenangya) sebagaimana yang dikhawatirkan Imam al-Syafi’i dalam menggunakan istihsa>n. Kekhawatiran Imam al-Syafi’i itu pada dasarnya merupakan kekhawatiran semua orang. Menggunakan istihsa>n bukan berarti berbuat talazzus sebagaimana yang dikemukakan para pengguna istihsa>n dari kalangan mazhab Maliki, asal betul-betul mengikuti kaidah istihsa>n. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Secara etimologi istihsa>n (استحسان) berarti “memperhitungkan sesuatu lebih baik”, atau adanya sesuatu yang lebih baik. Dan bisa diartikan dengan menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu. Dalam pengertian secara etimologi ini tidak terdapat perbedaan ulama ushul fiqh. Dalam pengertian secara terminology banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul fiqh, akan tetapi bisa disimpulkan bahwa esensi dari istihsan itu adalah : a. Mentarjih qiya>s al-kahfiy daripada qiya>s al-jaliy, karena ada dalil yang mendukungnya b. Memberlakukan pengecualian hukum juz’i dari hukum kulli atau kaidah umum, didasarkan kepada dalil khusus yang mendukungnya. 2. Sebagian ulama menolak kehujjahan istihsa>n dan sebagian menerima kehujjahannya, adanya perbedaan ini disebabkan dengan titik sudut pandang mereka sendiri dalam memahami istihsa>n, akan tetapi tidak ada alasan untuk menolak istihsa>n apabila berdasarkan dalil yang didukung oleh syara’, sekalipun berdasarkan induksi dari berbagai ayat dan hadis. Adapun istihsa>n yang dilakukan semata-mata berdasarkan pendapat akal, maka seluruh ulama ushul fiqh menolaknya, karena dalam masalah hukum syara’ pendapat akal harus mendapat legilasi dari nash, walaupun secara umum. 3. Dewasa ini perkembangan peradaban manusia yang memiliki masalah yang rumit dan kompleks, seorang mujtahid harus mampu melihat kondisi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tidak keluar dari kaidah-kaidah yang di syar’i. DAFTAR PUSTAKA Djamil, Faturrahman, H, Filsafat Hukum Islam, Cet I; Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997 Haroen, Nasrun, H, Ushul Fiqh, Cet II; Jakarta; Logos Wacana Ilmu. 1997 Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab, Cet III; Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1998 Khallaf, Abdul.Wahab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Cet VI; Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996 ----------------------------, Ilmu Ushul Fikih, Cet. IV; Jakarta; PT Rineka Cipta, 1999 Mardani, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Cet I; Yokyakarta; Pustaka Pelajar, 2010 Rusli, Nasrun, Konsep Ijtihad Al-Syaukani,Relevansinya bagi Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Cet I; Jakart; Logos Wacana Ilmu, 1999 Rasjid, Sulaeman, Fiqh Islam, Cet 36; Bandung; Sinar Baru Algensindo,2003 Syarifuddin, Amir, Haji, Ushul Fiqh, Cet I; Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999 Shiddieqy, Ash, Muhammad Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Cet II; Semarang; PT Pustaka Rizki Putra, 1997 Sulaeman, Zulkarnain.H, Fikih Antara Pemikiran Liberal dan Tradisional Syekh Muhammad Al-Ghazali, Cet I; Makassar; Indobis, 2006

Rabu, 01 Mei 2013

Penyakit Yang di Takuti Pria


Ejakulasi dini. Impotensi atau ejakulasi dini tentu saja membuat pria merasa menjadi pecundang. Biasanya, gangguan ini kerap dialami pria akibat gaya hidup tak sehat, seperti stres, merokok dan minum alkohol. Kebanyakan pria malu untuk mengecek masalah ini. Jika iya, carilah dokter pria dan segera dapatkan pengobatannya.
Beser. Buang air kecil berlebihan memang normal bila pada kenyataannya Anda banyak minum. Tapi, bila Anda tak mau diejek seperti wanita karena sering ke kamar mandi segera berkonsultasi dengan dokter. Buang air kecil berlebihan bisa menjadi gejala diabetes.
Penis bau. Penis berbau tentu saja sangat memalukan dan mengganggu aktivitas seks Anda. Jika terus dibiarkan, malah menjadi sarang kuman dan menyebabkan infeksi. Cara sederhana untuk mengatasinya adalah menjaga kebersihan serta mencukur bulu yang tumbuh di sekitar daerah intim. Jangan lupa pula untuk menghindari pemakaian celana ketat.
Kulup nyeri. Kulup merupakan lipatan kulit di atas kepala penis. Biasanya, gangguan ini dirasakan usai bercinta, dimana sebagian besar pria mengaku kulup nyeri dan sakit sehingga sulit buang air kecil atau menahannya. Umumnya, gangguan ini terjadi pada pria yang tidak disunat.

Panduan Singkat Tentang Bekam


Panduan Singkat Tentang BEKAM (CUPPING)
v  ANJURAN BERBEKAM
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kesehatan itu berada pada tiga hal, yaitu minum madu, sayatan pisau bekam dan sundutan dengan api (kay). Sesungguhnya Aku melarang ummatku (berobat) dengan kay”. (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhjnya metode pengobatan yang paling ideal bagi kalian adalah hijamah (bekam) dan fashdu (venesection).” (HR. Bukhari- Muslim)
v  MACAM-MACAM BEKAM
1.      Bekam Basah (Wet Cupping)
Yaitu metode pengeluaran darah kotor (blood letting) dengan cara disayat dengan silet, langset, pisau bedah atau jarum steril pada bagian yang dibekam.
Cara melaksanakan bekam basah :
·         Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien.
·         Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
·         Bersihkan bagian kulit yang akan dibekam dengan desinfektan’s/alkohol.
·         Kompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan, atau sampai piston tidak dapat ditarik lagi. Biarkan sampai 3-5 menit.
·         Lepas gelas bekam dan sayat bagian bekas bekam dengan silet, langset, pisau bedah atau jarum steril.
·         Bekam lagi posisi yang disayat tadi. Tunggu selama lebih kurang 3 menit sampai darah keluar dan menumpuk pada gelas bekam.
·         Lepas gelas bekam dan buang darah kotor yang keluar, bersihkan kembali gelas bekam dan desinfeksi.
·         Bekam lagi sebanyak 3 sampai 5 kali, atau sampai keluar cairan putih dari kulit.
·         Oleskan bekas sayatan dan bekam dengan minyak habbatussaudah (jinten hitam).
·         Lakukan setiap bulan atau setiap 2 minggu bagi yang penyakitnya parah.
2.      Bekam Kering (Dry Cupping)
Yaitu metode bekam yang tidak mengeluarkan darah dari tubuh.
Cara melakukan bekam kering :
·         Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien.
·         Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
·         Pijat bagian yang akan dibekam dengan dilumuri minyak zaitun atau minyak habbatussaudah selama lebih kurang  5 menit.
·          Kompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan, atau sampai piston tidak dapat ditarik lagi.
·         Biarkan sampai 10 menit (bagi pria), 7 menit (bagi wanita), atau 3 menit (bagi anak-anak).
·         Lepas gelas bekam dan pijat kembali denagn minyak zaitun atau minayk habbatussaudah selama 2-3 menit untuk menghilangkan bercak-bercak atau blister.
·         Lakukan selama 7 hari bagi orang dewasa dan 5 hari bagi anak-anak, kemudian diselingi masa interval selama 3 hari, lalu dilanjutkan lagi pembekaman.

3.      Bekam Seluncur (Sliding Cupping)
Yaitu metode bekam yang mana gelas bekam diseluncurkan di atas permukaan kulit yang rata (tidak tebal ototnya). Metode ini serupa dengan guasha (cina), scrapping (inggris), atau kerokan (jawa), namun lebih aman karena tidak merusak pori-pri sebagaimana kerokan.
Cara melakukan bekam seluncur:
·         Pilih titik bekam sebagai awalan seluncur atau biasanya bagaian atas pundak.
·         Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien.
·         Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat pengyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
·         Pijat bagian yang akan dibekam dengan dilumuri minyak zaitun atau minyak habbatussaudah selama lebih kurang  5 menit.
·         Oleskan minyak agak banyak  sebagai pelumas.
·         Kompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan kemudian  gerakkan/ seluncurkan perlahan-lahan sampai tampak brusi (memar) kemerahan.
·         Lepas gelas bekam dan pijat kembali denagn minyak zaitun atau minyak habbatussaudah selama 2-3 menit.

4.      Bekam Cepat (Flash Cupping) atau Bekam Cepat
Yaitu metode bekam dengan cara tarik lepas secara cepat pada bagian kulit yang sukar dibekam, atau apabila dibekam gelas cenderung jatuh. Area ini biasanya di sekitar wajah dan dahi.
Cara melakukan bekam cepat:
·         Pilih titik bekam pada dahi atau bagian yang nyeri.
·         Pilih gelas bekam (cup) yang proporsional dengan lebar dahi (tidak terlalu besar).
·         Pompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki secukupnya kemudian lepas.
·         Lakukan hal ini secara berulang-ulang sampai kulit berwarna kemerahan.

v  DIAGNOSIS PENYAKIT DENGAN BEKAM
Diagnosa bekam/cupping dapat dilihat dari warna pigmen kulit setelah membekam. Di dalam buku “canon of internal medicine” dikatakan, “kondisi organ internal (organ dalam) dapat diketahui dengan cara mengobservasi (mengamati) gejala-gejala eksternal dan tanda-tanda fisik, sehingga penyakitnya dapat didiagnosa. “reaksi pigmen pada kulit bekas bekam adalah sebagai berikut:
·         Bekas bekam yang muncul berwarna ungu kegelapan atau hitam, pada umumnya hal ini mengindikasikan kondisi defisiensi(kekurangan) padsokan/ suplai darah dan channel/saluran (pembuluh) darah yang tidak lancar yang diserai sdengan keberadaan darah statis (darah beku).
·         Bekas bekam yang muncul berwarna ungu disertai plakue (bercak-berak), pada umunya hal ini menandakan terjadinya gangguan/kelainan gumpalan darah yang berwarna keunguan dan adanya darah statis (darah beku).
·         Bekas bekam yang muncul berbentuk bintik-bintik ungu yang tersebar dengan tingkatan warna yang berbeda (ada yang tua dan ada yang ungu muda). Hal ini menandakan kelainan “Qi” dan darah statis.
·         Bekas bekam yang muncul berwarna merah cerah, biasanya hal ini menunjukkan terjadinya defisiensi “Yin”, defisiensi “Qi” dan darah atau rasa panas yang dahsyat yang diinduksi oleh efesiensi “Yin”.
·         Bekas bekam yang muncul berwarna merah gelap, hal ini mengindikasikan kondisi lemak di dalam darah yang tinggi disertai dengan adanya panas patogen.
·         Bekas bekam yang muncul berwarna agak pucat/putih dan tidak hangat ketika disentuh, hal ini mengindikasikan terjadinya defesiensi cold (dingin) dan adanya gas patogen.
·         Adanya garis-garis pecah/ruang pada permukaan bekas bekam dan rasa sedikit gatal, hal mengidikasikan kondisi adanya wind (lembab) patogen dan gangguan gas patogen.
·         Munculnya uap air pada dinding bagian dalam gelas bekam, menandakan kondisi adanya gas-gas patogen pada daerah tersebut.
·         Adanya blister (lepuhan/lecet) pada bekas bekam, menggambarkan kondisi gangguan gas yang parah pada tubuh.
·         Adanya darah tipis pada blister merupakan reaksi gas panas toksin.

v  BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI DALAM BEKAM :
Pastikan bahwa gelas bekam sudah steril dan higenis sehingga aman untuk dibekam (terutama bekam basah). Untuk pasien yang belum pernah dibekam sebelumnya, pilihlah gelas bekam dari yang terkecil lalu ke yang besar supaya tidak terlalu sakit. Posisi bekam dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring menelungkup. Posisi duduk lebih baik untuk peredaran darah, namun bagi pasien yang lemah dianjurakan dengan posisi berbaring. Untuk pasien yang baru dibekam, sering-seringlah menanyai bagaimana keadaan, apakah merasa mulas, pusing, mual atau adanya tanda-tanda akan pingsan lainnya. Segera hentikan bekam apabila pasien mengeluh kesakitan. Setelah bekam diharapkan beristirhat yang cukup. Sebagian pasien segera merasa segar badannya setelah berbekam pada pagian punggung dan lutut, sehingga dia tidak mau beristirahat sebagai mana mestinya, hal ini dapat menyebabkan kembalinya penyakit. Sebagian orang merasakan suhu badannya naik setelah 1-2 hari setelah berbekam, hal ini adalah normal dan akan segera hilang. Pasien yang menderita sakit menular atau infesius agar diberikan perhatian khusus. Pada penderita penyakit infeksius, diharap gelas bekamnya adalah tersendiri (single use) dan juru bekam dianjurkan menggunakan pelindung tubuh seperti sarung tangan karet (gloves), masker dan semisalnya. Pasien yang menderita tekanan darah rendah harus diperlukan ekstra dan hati-hati. Tingkat kesadaranya selalu dimonitor agar tidak pingsang. Dihindarkan membekam pada areal punggung bawah yang sejajar dengan pusar ke bawah, karena hal ini bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat. Permukaan yang timbul blister kecil, bercak-bercak, noda darah dan darah stasis adalah reaksi normal setelah bekam. Apabila blister yang timbul banyak dan besar-besar (seperti luka bakar), maka dapat dipecah dengan cara menusukkan jarum steril kering hingga keluar cairannya (cairan limfoid) lalu didesinfeksi dengan desinfektan. Lebih dianjurkan apabila bekas bekam yang berblister ini di pijat lembut dengan minyak zaitun atau habbatussaudah. Pasien yang mengalami mental stres, ketakutan, mual dan gejala mental lainya, dihentikan pembekaman dan pasien disuruh berbaring relax, tenang dan diberih minum dengan minuman manis (lebih baik madu). Kemudian dimotivasi dan disugesti untuk menghilangkan atau meminimalisir gangguan mentalnya.
v  LARANGAN-LARANGAN BEKAM
·                     Tidak dianjurkan melakukan bekam basah pada penderita diabetes kecuali juru bekam yang ahli dan berpengalaman. Jangan membekam orang yang fisiknya sangat lemah orang yang kelelahan (overfatigue).
·                     Jangan membekam orang yang menderita penyajkit kulit merata atau mernderita alergi kulit yang parah seperti ulserasi dan edema.
·                     Jangan membekam orang yang yang sudah jompo yang lemah fisiknya dan anak-anak yang tubuhnya lemah atau di bawah 3 tahun.
·                     Penderita hepatitis yang parah, TBC aktif, hemofilia, malignant anemia, trombositopenia dan penyakit lainnya yang parah tidak dianjurkan untuk dibekam kecuali kepada para juru bekam yang ahli dan berpengalaman.
·                     Jangan membekam pada kondisi: perut kekenyangan, kehausan, kelaparan, kelelahan, setelah beraktifityas berat, tubuh lemah dan tubuh demam (kedinginan).
·                     Jangan membekam wanita hamil pada usia kehamilan 3 bulan pertama (trimester awal).
·                     Jangan membekam langsung pada daerah yang luka, urat sendi robek, patah tulang, varises, tumor.
·                     Jangan membekam wanita yang sedang haid dan nifas.
·                     Jangan membekam pasien yang mengkomsumsi obat pelancar dan pengencer darah. Semisal omega_3 dan lain sebagainya.
·                     Jangan melakukan bekam langsung setelah makan. Setelah bekam juga jangan langsung makan, melainkan hanya minum yang manis-manis semisal madu atau selainnya.
·                     Tidak dianjurkan melakuakan pembekaman kepada orang yang menderita klep jantung, kecuali dibawah pengawasan dokter atau ahli bekam yang berpengalaman.
·                     Jangan melakukan bekam langsung setelah mandi denagn air dingin. Tidak dianjurkan langsung mandi setelah bekam, melainkan setelah 2 jam. Dianjurkan mandi degan air hangat.
·                     Jangan membekam basah orang yang baru memberikan donor darah atau orang yang baru kecelakaan sehingga darahnya berkurang.
·                     Jangan membekam pasien diabetes (gula darah di atas 280) kecuali oleh orang yang ahli.
·                     Jangan membekam di area terbuka atau tempat yang dingin. Lebih baik melakukan  bekam di ruang yang hangat atau bersuhu normal ruangan.
·                     Dilarang membekam area berikut :
Ø  Lubang alamiah tubuh : mata, hidung, telinga, mulut, kemaluan, anus, puting susu.
Ø  Daerah sistem nodus limfa yang berfungsi sebagai penghasil antibodi, yaitu di submaksilari, korvikal, sudmalaonkular, aksilari, bagian detak jantung, nodus inguinalglimfa.
Ø  Daerah yang dekat dengan pembuluh besar (big vessels).